Tidak ada satu bagian dari semesta alam kecuali telah Allah atur sistemnya. Sebuah sistem dengan sistem manajerial terbaik. Everything is well. Setiap makhluk punya bagiannya masing-masing baik dari segi rezeki, kasing sayang, rahmat, dan perhatian dari Allah. Bahkan cicak yang konsumsinya adalah serangga terbang (nyamuk), tidak pernah mati kelaparan karena gagal dalam berburu.
Untuk manusia, segalanya Allah lebihkan dari makhluk yang lain. Human are the great creation. “Dialah Allah yang telah menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu” (al-Baqarah : 29). Allah turunkan rahmat, kasing sayang, petunjuk, dan rezeki yang bahkan jika air laut menjadi tintanya, itu pun tak akan cukup untuk menuliskan semua nikmat yang Allah turunkan. Lalu bagaimana kita masih sempat-sempatnya tidak bersyukur? Why?
Dalam hal yang berhubungan dengan tujuan hidup, Islam mengajarkan agar seluruh umat manusia menghargai dirinya dan menundukkannya pada posisi yang telah Allah Taala tentukan (Badri, 2012). Diantara bentuk tuntunan yang harus kita terapkan yaitu berakhlak dan berkepribadian mulia. Dan salah satu tanda kemuliaan akhlak dan kepribadian tersebut yaitu : Mandiri atau tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
Mandiri merupakan cerminan kepribadian yang tinggi, bahkan sahabat dahulu juga bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada yang bertani, beternak, berdagang dan lain sebagainya. Mereka lakukan pekerjaan tersebut tanpa ada paksaan, sungkan ataupun gengsi. Bahkan dalam sirah nabawiyah kita dapatkan bahwa Rasulullah merupakan sosok yang memiliki sifat atau karakter tersebut. Rasulullah pernah menggembala dan juga berdagang.
“Tidaklah ada seorang yang memakan suatu makanan yang lebih baik ketimbang dari makanan hasil dari pekerjaan tangannya sendiri. Dan dahulu Nabi Dawud Alaihissalam makan dari hasil pekerjaan tangannya sendiri” (HR. Al-Bukhari)
Dengan kata lain, bekerja merupakan perihal yang dimuliakan dalam Islam. Hal tersebut mencegah kita dari sifat meminta-minta. Dalam periode kontemporer ini, sifat mandiri atau tidak menggantungkan diri kepada orang lain sering pula dimaknai sebagai suatu karakter entrepreurship. Berbisnis. Itu sederhananya. Tidak salah memang, meskipun makna kemandirian tersebut sejatinya jauh lebih luas. That’s our point!
Dalam KBBI “Mandiri” didefinisikan sebagai suatu “keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang lain”. Karakter mandiri bukanlah karekter yang datangnya tiba-tiba. Ada proses. Ada kerja keras. Ada pembiasaan diri. Ada kesungguhan untuk mendidik diri. Try and lets it be a habits.
As a great muslim, Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk menjauhkan diri dari sifat bergantung kepada orang lain. Kita punya dua tangan yang sama. Dua mata yang sama. Dua kaki yang sama. Satu mulut. Satu hidung. Sama-sama punya hati dan akal. Lantas apa membuat kita berbeda? Kenapa dua kaki yang kita miliki tidak mempu menopang segala kebutuhan pribadi. Jika diri ini saja tidak mampu menopang dirinya, bagaimana orang akan menyandarkan dirinya pada kita? It’s impossible, isn’t?
Kita punya tantangan untuk membangun kemandirian tersebut. Yeah, kita bisa tinjau dari internal dan eksternal. internal kita punya beberapa catatan, start from: etos kerja, keahlian, sampai dalam hal modal. Dari sisi ekternal, yaitu kebijakan pemerintah, tata dagang, dan persaingan. Selain hal tersebut, masih ada tantangan lain yang sifatnya lebih khusus dan berbeda antar pribadi. Bisnis. Sejatinya sulit-sulit gampang. 2x sulit. 1x gampang. Benar begitu? Tidak juga. Jawabannya hanya satu : apakah tantangan tersebut dapat kita pertemukan denga kesiapan? Beberapa hal pokok yang harusnya kita pegang untuk dapat melompati tantangan tersebut (M Ismail Yusanto, M Karebet WIdjajakusuma, 2002)
- Belajar dan pahami bidang yang hendak di jajal
- Percaya diri, optimis rezeki di tangan Allah.
- Haus prestasi, orientasi pada tugas & hasil.
- Enerjik dan penuh inisiatif
- Begaul dengan baik.
- Banyak tahu, kreatif, dan inovatif.
- Forward looking
Terkahir, kesuksesan anda menjadi pribadi yang mandiri bukan diukur dengan seberapa banyak anda baca dan mengatakan, “Saya harus mandiri! Saya harus mandiri!” namun, tolak ukurnya adalah perbuatan. Translate into action.. anda akan melihat dan orang akan menilai. Keep silent! And do more!
Penyusun : Radikal Yuda Utama
Artikel : www.muslimplus.net
5 Agustus 2015 @ DeEs, Pogung Dalangan, Yogyakarta
Referensi
Al Quranul Karim
Badri, M. A. (2012). Sifat Perniagaan Nabi. bogor: Darul Ilmi.
M Ismail Yusanto, M Karebet WIdjajakusuma. (2002). Menggagas BIsnis Islami. Jakarta: Gema Insani.
Menarik dan sangat kreatif pembelajaran kita. 7 hal pokok tersebut bisa menjadi pegangan yang kuat dalam pembelajaran kita.
Luar biasa sekali jadi pembelajaran kita. Bagaimana cara mulai.berbisnis dgan baik?