Pasar merupakan tempat yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Setiap hari atau setiap minggu, kita mesti butuh ke pasar untuk bertransaksi atau jual beli. Pasar, sebagaimana KBBI mendefinisikan yaitu tempat orang berjual beli, setidaknya memilki dua kategori yang umum dikenal, apa itu? Ya, yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Dari namanya, anda pasti bisa menebak perbedaan yang ada pada keduanya. Dalam beberapa literature yang lain, penggunaan istilah ‘tradisional’ mulai ditinggalkan  dan diganti dengan kata-kata ‘rakyat’ karena tradisional selalu dikontraskan dengan modern. Tradisional identik dengan kumuh, jorok, becek, dan membosankan, sementara modern lebih mengesankan bersih, nyaman, dan menarik (Prihtiyani, 2011). Selanjutnya, kali ini kita sedang tidak mempermasalahkan terkait dengan penggunaan istilah karena secara esensi keduanya tetap merujuk pada satu objek yang sama.

Ada informasi menarik dari rivalitas dua pasar ini. Data Kementrian Perdagangan mencatat bahwa jumlah pasar tradisional kini hanya tinggal 10.000-an, sementara pasar modern sudah mencapai 14.000-an. Padahal, pada dasarnya model pasar yang ada di Indonesia adalah pasar tradisional, yang kemudian  sejalan dengan perkembangan dari berbagai factor kehidupan seperti pertumbuhan ekonomi, teknologi, lingkungan, iklim investasi dan sebagainya lambat laun pasar tradisional mulai tergeser dengan kehadiran pasar modern. Dari sumber yang lain, meyebutkan bahwa Jumlah pasar tradisional pada 2007 pasar rakyat berjumlah 13.550. Pada 2009 jumlahnya turun menjadi 13.450 pasar, dan pada 2011 hanya berjumlah 9.950 (Republika, 2014). Selain itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengungkapkan pasar tradisional mengalami penurunan hingga 81 persen. Padahal, ada 50-an juta rakyat yang bergantung dari pasar tradisional tersebut  (Pandapotan, 2014)

Di sisi yang lain, pertumbuhan pasar modern bahkan semakin cepat. Pasar modern yang berjumlah 14.000, sebagaimana disampaikan di atas, terbagi dalam berbagai bentuk yaitu 358 gerai berbentuk convenience store, 11.569 minimarket, 1.146 supermarket, 141 hypermarket, dan 260 toko berbentuk perkulakan atau grosir (Jati, 2012).

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 112 tentang pembangunan, penataan dan pembinaan pasar tradisional, memutuskan bahwa “Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Dalam peraturan presiden ini terdapat Enam pokok masalah diatur yaitu definisi, zonasi, kemitraan, perizinan, syarat perdagangan (trading term), kelembagaan pengawas, dan sanksi. Soal zonasi atau tata letak pasar tradisional dan pasar modern (hypermart)

Pasar tradisional yang dalam PP no 112 tahun 2007 tersebut sejatinya dikelola oleh pihak yang tepat. Pemerintah yang punya legalitas terkuat untuk memberikan dukungan berada pada jajaran manejerial utama untuk mengelola keberadaan pasar tradisional. Hanya saja, kondisi alamiah dalam bisnis memang tidak akan  dapat membendung munculnya pasar modern. Mempertahankan pasar tradisional sebagaimana wajah lamanya, baik itu dengan regulasi sekalipun tetap tidak berdampak positif. Maka, alternative terbaik yaitu dengan melakukan pembenahan baik dari sisi kebersihannya, kenyamanannya, dan fasilitas pendukungnya namun tidak menghilangkan esensi dan ruh dari pasar yang disebut dengan ‘pasar tradisional’ ini. Mempercantik wajah pasar tradisional setidaknya dapat membuang jauh-jauh image tradisional sebagai pasar orang-orang kecil yang membosankan dan kumuh.

 

Penyusun : Radikal Yuda Utama

Artikel : www.muslimplus.net

23 Syawal 1436 | 8 Agustus 2015

@Library of UGM

References

Jati, W. R. (2012). Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi Bisnis Ritel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan, Vol. 4, No. 2, 2012, 223-242.

Pandapotan, R. (2014, Mei 22). Kompasiana.com. Retrieved from Kompasiana: http://www.kompasiana.com/riksonpt/membaca-nasib-pasar-tradisional_54f74051a333112e128b45dd

Prihtiyani, E. (2011, September 5). Paskomnas. Retrieved from Pasar komoditu nasional: http://www.paskomnas.com/id/berita/pasar-rakyat-menghapus-kesan-kumuh.php

Republika. (2014, Oktober 02). Republika.co.id. Retrieved from Republika Online: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/14/10/02/nct8ag-jumlah-pasar-tradisional-semakin-menurun