Sahabat, menyampaikan kebenaran dan mendakwahkannya merupakan suatu kewajiban yang diamanahkan kepada kita semua. Tidak hanya menjadi kewajiban Ustadz atau Ulama. Tentunya, dakwah tidak bisa dilakukan jika seseorang tidak punya bahan untuk berdakwah. Maksudnya ia tidak memiliki ilmu dan pemahaman terhadap apa yang harus disampaikan. Sehingga menuntut ilmu merupakan suatu hal yang wajib bagi setiap muslim.

Inilah tradisi kaum muslimin: BELAJAR!

Tidak ada agama lain yang sesempurna ini mendorong umatnya untuk belajar. Perhatikan hadits-hadits yang begitu banyak menjelaskan motivasi, saran, anjuran, strategi, cara belajar, prosedur, dan apapun terkait bagaimana seseorang itu belajar dan menggapai kemuliaan dengan belajar.

Selepas belajar, selepas ada ilmu, maka sampaikan. Tidak layak bagi seseorang untuk menjadi benar sendiri, ia juga harus menjadi seorang agent of change bagi keluarga dan orang disekitarnya. Membantu mereka untuk keluar dari kebodohan. Keluar dari kekeliruan. Dan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Kita melihat sejarah bagaimana tatkala Nabi shalallahu alaihi wasallam memulai dakwah Islam Part II, yaitu dakwah secara terang-terangan dengan turunnya wahyu dari Allah Taala dalam surat al Hijr ayat 94

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

Maka sampaikanlah olehmu segala hal yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrikin (QS. al-Hijr: 94)

Ayat ini menjadi stepping stone, berubahnya arah dan siasat dakwah Nabi pada masa itu.

Sahabat, perhatikan apa yang kemudian dilakukan Nabi. Beliau pertama-tama mendakwahkan Islam itu kepada keluarga dan kerabat terdekatnya. Padahal, kita tahu bersama beliau itu diturunkan untuk seluruh umat manusia. Maka harusnya, ya kan, beliau mendakwahkannya kepada masyarakatnya segera. Yang beliau lakukan tetaplah prioritas kepada keluarga beliau. Hal ini memang sesuai perintah Allah Taala, “Peringatkanlah keluargamu yang dekat”

Perintah ini diikuti dengan nasihat untuk mendakwahkan dengan cara yang lemah lembut,

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan lembutkanlah suaramu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang beriman (QS. Asy-Syuara: 215)

Dan bagi mereka yang menentang dakwahmu, maka Allah tidak mengatakan, lawanlah, tentanglah, atau perangilah. Allah katakanlah berlepas dirilah dari mereka. Kenapa? karena memang kewajiban kita hanya menyampaikan, hidayah tetap di tangan Allah. Hati manusia, siapapun, ada di tangan Allah Taala.

فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّى بَرِىٓءٌ مِّمَّا تَعْمَلُونَ

maka jika mereka memaksiatimu (maksudnya menentang dakwahmu) maka katakanlah “Aku berlepas diri dari apa yang kalian kerjakan” (QS. Asy-Syuara: 216)

maka inilah harusnya yang menjadi pesan moral bagi kita. Menjadi panduan cetak biru kita dalam berdakwah, dalam menyampaikan kebenaran. Kaidahnya: diri sendiri –> keluarga –> masyarakat

Figure 1: Tahapan-tahapan audien dakwah

Maka keluarga dan teman dekat adalah prioritas kita dalam berdakwah. Jangan loncat. Kita udah berdakwah kemana-mana, keluar kampung, keluar kota, keluar daerah, keluar negeri, tapi ayah, ibu, istri, dan anak sendiri tidak mendapatkan manfaat dari dakwah kita. Ini salah kaprah.

Karena keluarga dan kerabat dekat adalah prioritas dalam dakwah, maka Nabi shalallahu alaihi wasallam pun mengumpulkan keluarga beliau. Dengan cara apa? beliau mengundang keluarga untuk kumpul-kumpul, kemudian dihidangkan makanan. MasyaAllah, mulia sekali akhlak beliau.

Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwatkan oleh ath-Thabrani, Nabi berkata kepada keluarganya

“Sesungguhnya pelopor (orang terhormat) itu tidak akan pernah membohongi keluarganya…

Demi Allah, jikalau seandainya aku berdusta kepada orang-orang, maka sekali-kali kepada kalian aku tidak akan pernah berdusta. Kalaupun seandainya, aku menipu banyak orang, maka sekalipun kepada kalian aku tidak akan menipu…

Demi Allah, dimana tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus dan manusia secara umumnya…

Demi Allah kalian akan dimatikan sebagaimana kalian mati dalam tidur kalian, dan kalian benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagaima kalian dibangunkan dari tidur kalian, dan kalian akan benar-benar dihisab atau dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang kalian lakukan selama ini…

Akan dibalas mereka yang berbuat baik dengan ganjaran kebaikan. Akan dibalas pula mereka yang berbuat buruk dengan ganjaran yang menyedihkan. Sesungguhnya yang di surga akan kekal selamanya, dan yang di neraka akan kekal pula selamanya”

Sahabat, perhatikan betapa indahnya perkataan Nabi kita yang mulia, shalallahu alaihi wasallam. Hadits ini maknanya benar, meskipun di dhaifkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitabnya Fiqh as-Sirah.

Pada saat Nabi menyampaikan hal ini kepada keluarga. Apa yang terjadi? ya, beliau dihina, dilecehkan, direndahkan. Padahal sebelumnya beliau adalah orang yang paling dipercaya kepribadiannya, paling mulia akhlaknya. Begitulah tantangan dakwah. Banyak yang tidak suka. Sekalipun itu keluarga kita sendiri.

Pada saat kondisi genting seperti itu, maka salah seorang keluarga beliau Abu Lahab, dengan keras membantah dan menentang beliau dengan mengatakan ditengah-tengah forum tersebut, “Tangkap dia!! sebelum orang-orang arab nantinya akan berkumpul mengikutinya” Abu Lahab kemudian memprovokasi orang-orang di sana untuk menangkap dan menyudutkan beliau

Kemudian Abu Thalib mengatakan, “Demi Allah, aku akan senantiasa menjaganya selama dia masih berada ditengah-tengah kita”

Sahabat, beratkah berdakwah tersebut? ya, tentu saja. Siapalah kita dibanding Nabi. Sebaik apalah akhlak kita dibanding Nabi. Seberapa jujurkan kita dibanding Nabi. Seberapa dipercayakah kita dibanding Nabi. sebarapa baikkah kedudukan kita ditengah masyarakat dibanding Nabi. TAPI, lihatlah semua itu tak menyelamatkan Nabi dari sebagala bentuk ejekan, kebencian, dan permusuhan.

Ketahuilah, mungkin saja di antara kita memiliki hubungan nasab yang begitu mulia, entah itu masih punya hubungan darah dengan Ustadz, Kyiai, Ulama, Habib atau sebagaianya. Kita harus paham, hubungan nasab tidak mendatangkan manfaat apa-apa selama kita tidak mengindahkan ajaran dan ajakan kebaikan.

Semoga Allah membukakan pintu hati kita untuk belajar dan menerima kebenaran serta diteguhkannya langkah kaki kita untuk istiqamah pada jalan yang lurus, hingga suatu hari nanti Allah wafatkan kita kembali.

Allahu ‘alam bi shawab

Radikal Yuda Utama
@Canberra ACT, Australia 22 March 2020
Referensi : Kitab at-Ta’liiq ‘ala Nur al-Yaqiin fi siiroti sayyidi al-Mursalin, Syaikh al-Alamah Muhammad ibn Shaalih al-Utsaimiin, p.64-65